Jumat, 04 Desember 2009

Pemugaran Stasiun Tugu

Pemugaran Stasiun Tugu Harus Sesuai Kaidah Pelestarian

Senin, 27 Juli 2009


YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Sebagai benda cagar budaya ke depan Stasiun Tugu diharapkan bisa menjadi monumen hidup atau living monument. Oleh karena itu, pemugaran stasiun ini harus dilakukan sesuai kaidah estetika pelestarian. Keaslian bagunan kuno harus dipertahankan.

Kepala Pusat Pelestarian Benda dan Aset Bersejarah PT Kereta Api (Persero) Ella Ubaidi mengatakan, stasiun yang dibangun pada tahun 1887 ini memiliki nilai sejarah tinggi. Tidak hanya lokasinya yang pararel dengan Keraton Yogyakarta, Tugu juga menjadi cikal bakal dan sentral stasiun komuter di Jawa Tengah.

"Dalam Program pelestarian, di tiap daop (daerah operasi) kami mewajibkan satu stasiun dipugar sesuai kaidah pelestarian. Di Yogyakata kami memilih stasiun Tugu, sedang di Solo Stasiun Jebres,: ujar Ella yang bersama rombongan tengah mencermati kondisi stasiun Tugu, Senin (27/7).

Menurut Ella, stasiun bukan hanya menjadi milik penumpang, namun lebih dari itu. Stasiun juga menjadi bukti perjalanan panjang sejarah kereta api, sejak zaman kolonial hingga sekarang. "Jadi, harapannya saat ada penumpang yang masuk ke stasiun, baru sampai lobi saja mereka sudah terkesan. Ada rasa awareness (menghargai) bahwa ini bangunan cagar budaya," katanya.

Di mata Ella, kondisi Tugu saat ini masih ada yang kurang. Dalam hal penataan, ia menyontohkan keberadaan papan bertuliskan Selamat Datang berukuran cukup besar yang tergantung di depan pintu masuk peron kurang pas dan mengganggu. Begitu pula kabel lampu kurang rapi.

Dalam UU (Undang-Undang) Cagar Budaya Nomor 5 Tahun 1992 bangunan disebut cagar budaya memiliki beberapa kriteria, salah satunya umur. Banyak stasiun yang berumur tua dan memiliki arsitektur spesifik, seperti Stasiun Maguwoharjo lama yang terbuat dari kayu. "Orisinilitas bangunan itu harus dipertahankan meski tidak dipakai lagi," katanya.

Kepala Humas Daop VI Yogyakarta Eko Budiyanto mengatakan, banyak stasiun masuk kategori cagar budaya. Selain Jebres dan Tugu, bangunan kategori cagar budaya lainnya yang berada di daop VI adalah Stasiun Purwosari di Solo, jembatan kereta di Sungai Progo, dan perumahan di Jalan Kusbini (Pengok) Kota Yogyakarta.

Pada umumnya bangunan-bangunan itu harus diperbaiki dulu sesuai bentuk aslinya. Lempuyangan itu belum termasuk. "Untuk beberapa tempat, seperti Jebres akan dikembalikan seperti semula, namun bertahap. Sekarang masih perencanaan," ujarnya.

WER

Museum Gunungapi Merapi

Museum Gunungapi Merapi Dibuka Gratis

SLEMAN: Pengelola Museum Gunungapi Merapi (MGM) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat umum dan wisatawan untuk mengunjungi museum tersebut secara gratis hingga akhir Desember 2009 mendatang. MGM berlokasi di Dusun Banteng, Hargobinangun, Pakem, Sleman.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Drs. Dwi Supriyatno, MS mengungkapkan bahwa sehubungan dengan hal tersebut kepada masyarakat luas dipersilahkan untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Seperti halnya keluarga maupun sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dapat mengajak putra putri, anak didik dan mahasiswanya mengunjungi museum yang secara spesifik mengekspose potensi kegunungapian di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Lebih spesifik lagi MGM juga mengekspose kesejarahan Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia. MGM merupakan sarana edukasi yang sangat positif bagi siswa siswi maupun mahasiswa untuk lebih mengenal tentang kegunungapian.

MGM dibuka pada setiap hari Sabtu dan Minggu serta hari libur nasional jam 09.00 hingga 16.00 WIB. Sedangkan mulai Januari 2010 mendatang pihak pengelola berencana sudah akan memberlakukan tarif masuk untuk pengunjung.Sejak dibuka untuk umum mulai 10 Oktober hingga akhir November 2009, MGM telah dikunjungi setidaknya 20.500 pengunjung atau rata-rata lebih dari 1.250 per hari kunjungan.